Selasa, 16 November 2010

arti Logo Komunitas Dayak Jakarta :

arti Logo Komunitas Dayak Jakarta :



1.ARTI BURUNG



sosok yang kalem, tenang, penyabar, dan tidak suka membuat keonaran. Ini sesuai dengan tipikal orang Dayak yang juga ramah dan penyabar, bahkan kadang pemalu.







2.ARTI PERISAI



Perisai dayak merupakan suatu alat pertahanan diri bagi suku dayak,

NGAYAU

Ngayau merupakan tradisi Suku Dayak yang mendiami pulau Kalimantan, baik Dayak yang tinggal di Kalimantan Barat maupun Kalimantan lainnya. Pada tradisi Ngayau yang sesungguhnya, Ngayau tidak lepas dari korban kepala manusia dari pihak musuh.

Makna dari Ngayau mempunyai arti turun berperang dalam rangka mempertahankan status kekuasaan misalnya mempertahankan atau memperluas daerah kekuasaan yang dibuktikan banyaknya kepala musuh. Semakin banyak kepala musuh yang diperoleh semakin kuat/perkaya orang yang bersangkutan. Ngayau juga merupakan lambang kekuasaan dan status kedudukan orang dayak. Disamping itu ngayau dahulu di posisikan sebagai pemenuhan mas kawin seorang pria bila pengantin wanitanya mensyaratkan adanya kepala seperti dalam cerita legenda Ne’ Dara Itam dan Ria Sinir.

Kini tradisi memburu kepala atau “ngayau” tidak lagi diamalkan dan telah diharamkan sejak zaman penjajahan. Banyak pihak berpendapat bahawa, “lelaki Dayak yang berhasil memperoleh kepala dalam ekspedisi ngayau akan menjadi rebutan atau kegilaan para wanita” ini kerana ia melambangkan keberanian dan satu jaminan dan kepercayaan bahawa lelaki tersebut mampu menjaga keselamatan wanita yang dikawininya. Sebenarnya kenyataan itu tidak 100% tepat, malah masih dipersoalkan. Dikatakan demikian kerana menurut cerita lisan masyarakat Dayak (Iban) di Rumah-Rumah panjang, selain orang Bujang ada juga individu yang telah berkeluarga menyertai ekspedisi memburu kepala.



kepala kayau

Oleh itu, paling tepat kalau kita katakan bahwa, Ngayau” dijalankan untuk mendapat penghormatan masyarakat. Dalam arti lain “ngayau” juga berperanan untuk menaikan taraf sosial seseorang. Orang yang pernah memperoleh kepala dalam “ngayau” akan diberi gelar “Bujang Berani”, serta dikaitkan dengan hal-hal sakti. Ternyata bahawa masyarakat dayak, seperti Dayak Iban Tradisional tidak memandang “Ngayau” sebagai perkara yang memudaratkan. Malah berdasarkan cerita lisan masyarakat Iban juga, “ngayau” sentiasa dikaitkan dengan bebagai positif. Misalnya, “Ngayau sebagai lambang keberanian, Simbol Kelelakian, serta martabat Sosial.

Adat Ngayau pertama kali dilakukan urang Libau Lendau Dibiau Takang Isang (kayangan) yang saat itu sebagai tuai rumah (kepala kampung) yang bernama Keling. Berkat keberaniannya dan kegagahannya dia diberi gelar keling Gerasi Nading, Bujang Berani kempang (keling merupakan orang yang gagah berani). Gelar tersebut diberikan oleh seseorang tetua Iban yang bernama Merdan Tuai Iban yang saat itu tinggal di Tatai Bandam (masuk dalam wilayah Lubuk Antu Sarawak Malaysia).

Asal usul kata ngayau umumnya terdapat kesepakatan di kalangan suku Dayak. Namun, kapan ngayau dimulai dan bagaimanakah sejarahnya, agaknya masih simpang siur dan sering muncul dalam berbagai versi. Hal itu disebabkan belum ada studi dan catatan sejarah mengenai asal mula ngayau secara detail dan kronologis. Hanya ada catatan mengenai kesepakatan bersama seluruh etnis Dayak Borneo untuk mengakhirinya. Ini terjadi pada pada 22 Mei – 24 Juli 1894, ketika diadakan Musyawarah Besar Tumbang Anoi di Desa Huron Anoi Kahayan Ulu Kalimantan Tengah.

Benar adanya bahwa sebelum perjanjian Tumbang Anoi disepakati, terjadi praktik headhunting bahkan di kalangan sesama Dayak. Praktik ngayau antarsesama Dayak ini sukar dibantah dan memang demikianlah adanya. Dayak Jangkang misalnya, dahulu kala bermusuhan dengan Dayak Ribunt. Padahal, keduanya tidak berjauhan tempat tinggal.

Apakah faktor yang menyebabkan pengayauan antarDayak ini terjadi?

Saling mengayau di antara sesama Dayak, sejatinya bukanlah semata-mata mencari kepala musuh sebagai tanda bukti kekuatan dan kebanggaan sebagaimana selama ini dipersepsikan banyak orang. Alasan ini terlampau sederhana! Lebih dari itu, dilatari juga oleh nafsu balas dendam dan sebagai cara mempertahankan diri: menyerang lebih dulu sebelum diserang. Ini mirip dengan pepatah Latin si vis pacem, para bellum (jika Anda menginginkan damai, siap sedialah untuk perang).

Masuknya agama Katolik di tengah-tengah etnis Dayak, terutama dengan datangnya misi Katolik ke pulau Borneo di pengujung abad 18, membawa pengaruh baik. Perlahan-lahan ajaran Katolik tentang balas dendam (mata ganti mata, gigi ganti gigi) merasuk dalam hidup orang Dayak.

Ajaran Kristen yang radikal untuk tidak balas dendam dengan hukum “mata ganti mata, tulang ganti tulang” segera merasuk etnis Dayak. Ajaran cinta kasih ini menyadarkan masyarakat Dayak untuk segera menghentikan tradisi mengayau ini. Musyawarah ini dihadiri para kepala adat se-Kalimantan yang berkumpul dan bersepakat untuk menghentikan pengayauan antarsesama Dayak. Namun, pertemuan yang berbuah kesepakatan Tumbang Anoi sendiri diprakarsai pemerintah Hindia Belanda.

Ngayau berasal dari kata kayau yang berarti “musuh”. J.U. Lontaan, op.cit. hal. 532. Selanjutnya, untuk mendukung pendapatnya, Lontaan mengutip Alfred Russel Wallage dalam The Malay Archhipelago, 1896: 68, “… headhunting is a custom originating in the petty wars of village with village and tribe with tribe….”

Terdapat berbagai versi etimologi ngayau. Sebagai contoh, Fridolin Ukur dalam buku Tantang Jawab Suku Daya menyebut bahwa ngayau mencari kepala musuh. Sedangkan bagi Dayak Lamandau dan Delang di Kalimantan Tengah, mengayau berasal dari kata “kayau” atau “kayo’; yang artinya mencari. Mengayau berarti men¬cari kepala musuh. Jadi, mengayau ialah suatu perbuatan dan tindak-budaya mencari kepala musuh.

Dayak Jangkang, ngayau juga disebut ngayo. Berasal dari kata “yao” yang berarti: bayang-bayang, mengahantui, meniadakan, atau memburu kepala musuh sebagai prasyarat atau pesta gawai. Ada gawai khusus untuk merayakan kepala musuh dengan tarian perang, yakni gawai naja bak (pesta kepala).

Namun, serta merta perlu diberikan catatan pada apa yang disebutkan perbuatan dan tindak-budaya ini. Kedengarannya aneh di telinga untuk saat ini. Namun, jika menyelami keyakinan etnis Dayak lebih mendalam maka kita akan segera menjadi mafhum di balik tradisi mengayau ini.

Ngayau tidak terlepas dari keyakinan komunitas Dayak sebagai sebuah entitas. Hal ini dapat ditelusuri dari cerita lisan dan tradisi yang diturunkan dari mulut ke mulut. Menurut keyakinan yang dipegang teguh, orang Dayak yakin mereka adalah keturunan makhluk langit. Ketika turun ke dunia ini, menjadi makhluk yang paling mulia dan, karena itu, menjadi penguasa bumi.

Keyakinan ini, pada gilirannya, membawa konsekuensi orang Dayak lalu memandang rendah entis lain. Jika menganggu dan mengancam keberadaan dan kelangsungan hidup mereka, etnis lain dapat disingkirkan. Namun, harus ada alasan yang kuat untuk itu. Darah hewan, apalagi manusia, tabu untuk ditumpahkan. Jika sampai terjadi, mereka akan menuntut balas.

Prinsip bahwa mata ganti mata, gigi ganti gigi benar-benar diterapkan. Meski mengalami penyempurnaan dan penyesuaian, sisa-sisa praktik ini “mata ganti mata, gigi ganti gigi” ini masih diteruskan di Jangkang hingga hari ini.

Pasal-pasal hukum adat Kecamatan Jangkang masih terasa kental nuansa penuntutan atas pertumpahan darah ini. Terbukti dari diaturnya secara detail pasal-pasal yang menetapkan pengadilan atas perkara dari mulai yang terkecil kasus pertumpahan darah hingga mengakibatkan kematian, yang dalam bahasa Dayak Jangkang disebut dengan “Adat Pati Nyawa”.

Satuan untuk menghitung ganti atas pertumpahan darah unik, disebut dengan tael. Di masa lampau, menghilangkan nyawa manusia baik sengaja (misalnya tertembak waktu berburu) maupun secara sengaja maka si pelaku akan mengalami kesulitan membayarnya. Seisi keluarga dan sanak saudara akan turut terlibat membantu. Bahkan, bukan tidak mungkin sampai seumur hidup pelaku menunaikan kewajibannya membayar Adat Pati Nyawa.

Apakah Adat Pati Nyawa? Secara harfiah, pati berarti sari atau inti. Kata “pati” kerap muncul dalam bahasa Dayak dengan inisial dan pembagian Djo (lihat Ethnologue: Languages of the World, Fifteenth edition, Dallas, “Djongkang: A language of Indonesia” (Kalimantan) ISO 639-3: djo

Jadi, pati nyawa adalah pengganti nyawa yang hilang. Tentu saja, hukum pati nyawa ini tidak berlaku dalam ngayau. Dan hanya berlaku dalam keadaan normal saja, sebab pekik ngayau haruslah datang dari aump dan merupakan hasil dari permufakatan bersama.

Demikianlah, ngayau pun harus disertai alasan-alasan yang kuat dan masuk akal bagi komunitas Dayak dan harus melalui hasil mufakat bersama. Disebut komunitas, karena suatu kampung biasanya menempati sebuah batang atau rumah panjang. Sebelum melancarkan pengayauan, malam harinya diadakan musyawarah bersama yang dalam bahasa Dayak Jangkang disebut boraump. Semua peserta wajib memberikan pendapat dan penilaian. Keputusan diambil dengan berpangkal tolak pada suara dan pendapat mayoritas.

Patut diberi catatan tambahan bahwa ngayau di kalangan suku Dayak umumnya, dan Dayak Djongkang khususnya, bukan sekadar memanggal kepala musuh. Ada filosofi yang melatarinya. Banyak kandungan hikmah, meski sekilas tampak sadis, di balik itu semua.

Orang luar yang kurang memahami secara mendalam filosofi dan latar di balik tradisi ngayau, sehingga menarik simpulan entimema: orang Dayak biadab, sadis, pemburu kepala manusia, dan headhunting. Tentang labeling bahwa Dayak adalah pemburu kepala manusia ini, Wikimedia bahkan mencatatnya sebagai “budaya” yang semestinya harus serta merta diberikan catatan bahwa itu adalah gambaran Dayak masa lampau. Perjanjian Tumbang Anoi yang difasilitasi Pemerintah Kolonial Belanda menghapuskan budaya ngayau ini. Di beberapa subsuku memang masih berlangsung, namun di Kalbar tradisi mengayau sudah berakhir pada sekitar sejak tahun 1938.

Toh demikian, Wikipedia yang tidak tahu sejarahnya masih mencatat demikian, “Headhunting was an important part of Dayak culture, in particular to the Iban and Kenyah. There used to be a tradition of retaliation for old headhunts, which kept the practise alive. External interference by the reign of the Brooke Rajahs in Sarawak and the Dutch in Kalimantan Borneo curtailed and limited this tradition. Apart from massed raids, the practice of headhunting was limited to individual retaliation attacks or the result of chance encounters. Early Brooke Government reports describe Dayak Iban and Kenyah War parties with captured enemy heads. At various times, there have been massive coordinated raids in the interior, and throughout coastal Borneo, directed by the Raj during Brooke’s reign in Sarawak. This may have given rise to the term, Sea Dayak, although, throughout the 19th Century, Sarawak Government raids and independent expeditions appeared to have been carried out as far as Brunei, Mindanao, East coast Malaya, Jawa and Celebes. Tandem diplomatic relations between the Sarawak Government (Brooke Rajah) and Britain (East India Company and the Royal Navy) acted as a pivot and a deterrence to the former’s territorial ambitions, against the Dutch administration in the Kalimantan regions and client Sultanates.”

Tidak mengherankan, dalam literatur dan laporan-laporan tertulis pada zaman kolonial, Dayak dicap sebagai suku asli Borneo yang tidak berkeadaban. Meski para peneliti dan ahli antropologi tidak memasukkan Dayak sebagai suku terakhir di Nusantara yang mempraktikkan headhunting, toh stereotipe sebagai pengayau masih melekat kuat minimal hingga kerusuhan etnis terjadi di Sambas pada 19 Januari 1999 di Desa Parit Setia, Kecamatan Jawai, Sambas dan kemudian merambat ke Sampit pada 18 Februari 2001.

Banyak orang melihat pertalian kejadian itu, meski sebenarnya berbeda dalam hal casus belli dan eskalasi. Akan tetapi, satu yang sama: solidaritas di kalangan etnis Dayak tumbuh menghadapi bahaya dari luar. Dalam konteks mempertahankan diri dan melakukan tindakan menyerang lebih dulu sebelum diserang ini, dapat dipahami latar dan filosofi ngayau.

Seiring dengan kemajuan jaman, Upacara adat Ngayau yang sering dilakukan mempunyai makna mengisyaratkan atau memberitahukan generasi muda tentang peristiwa Ngayau pada jaman dulu. 1.

Bahan-bahan yang dipersiapkandalam upacara ngayau, antara lain: - 7 piring pulut (ketan) - 7 piring tempe (pulut yang dicampur dengan beras) - 7 piring rendai (terbuat dari beras ketan yang disangrai) - 7 butir telur ayam matang - 1 piring berisi: sirih, gambir (sedek), rokok, kapur pinang, buah pinan, tembakau, 7 buah ketupat yang diikat, beras dicampur pulut, 7 jalong cubit, seikat benang yang diikatkan di sungki (ketupat/lepat diikat dengan daun). - 1 piring utai bekaki (tepung pulut dicampur dengan tepung beras dibuat hiasan seperti tutup sersang, bintang, bintang banyak, udang, pesawat, dan sebagainya). -3 piring udah berisi bahan-bahan yang digunakan dalam upacara dan ditempatkan dalam ancak yang terbuat dari potongan bambu yang dirangkai dengan seutas tali. - 2 ekor babi (boleh jantan atau betina). - 3 ekor ayam jantan - tengkorak manusia sebagai simbol - 1 buah kelapa tua sebagai simbol kepala manusia - minuman tuak

Peralatan perang antara lain : - sangkok atau tombak - terabi (perisai) - tersang (ancak) terbuat dari bambu untuk menyimpan sesajian - mandau - 1 buah bendera dengan 5 warna :

- merah = sifat berani - hijau = lambang kesuburan - kuning = melambangkan ketulusan - hitam = melambangkan perlindungan dari orang yang bermaksud tidak baik. - putih = melambangkan hati dan pikiran yang suci/jernih.

Alat-alat yag digunakan : - grumung (gong kecil) - tawak (gong besar) - gendang -bebendai (gong sedang)

Prosesi Upacara

- Ngantar pedara (ngantar sesajen)

1. Sebelum turun mengayau, satu minggu sebelumnya para wanita mempersiapkan segala perangkat adat yang dipergunakan untuk membuat sesajen (pedara). Persiapan untuk membuat sesajen disebut engkira, yaitu mempersiapkan segala bahan-bahan yang digunakan untuk upacara. Sedangkan kaum laki-laki mempersiapkan segala peralatan untuk berperang dan mendata pengaroh (jimat) serta begiga (berburu), mencari lauk pauk untuk persediaan perbekalan selama ngayau.

2. Para Kesatria perang duduk secara berderet lalu bermacam-macam sesajen yg masing-masing terdiri dari 7 piring dihidangkan di depan kesatria. 7 piring mempunyai makna 7 lapis langit.

3. Membaca mantra dilakukan oleh kepala kampung lalu mengibaskas ayam diatas kepala ksatria perang sebanyak tiga kali dan dilakukqan secara berulang-ulang.

4. Kepala kampung mengajak ketua adat yang dipilih untuk membuat sesajen yang diawali dengan pembacaan mantra atau jampi-jampi, lalu ketua adat mencurahkan air tuak sebanyak 7 kali untuk memanggil roh nenek moyang yang dianggap sebagai pelindung dalam perang untuk melindungi dan membantu selama berperang.

5. Mencurahkan atau membuang tuak sebanyak 3 kali untuk mengundang orang-orang dari kayangan untuk hadir dirumah Betang.

6. Ketua adat meminum tuak supaya roh-roh nenek moyang yang sudah berada dirumah Betang untuk melakukan kompromi dalam membuat sesajen yang dipersembahkan kepada roh-roh nenek moyang yang hadir di rumah Betang. Dalam membuat sesajen, yang pertama diambil adalah pulut sebagai lambang perekat kebersamaaan, dimana dalam perang diperlukan adanya persatuan dan kesatuan.

7. Kepada kampung mempersiapkan para tamu untuk menikmati hidangan yang disajikan oleh kedua wanita, maknanya adalah para tamu diharapkan untuk mendukung kegiatan/ peperangan yang akan dilakukan.

8. Kepala kampung mengajak para ksatria perang meminum tuak maknanya memberikan semangat kepada ksatria dalam menghadapi peperangan.

9. Kepala kampung mengambil tumpe lalu menaburkan padi yang telah disanangrai yang melambangkan bahwa masyarakat Dayak Iban mempunyai hati nurani yang jujur dan luhur.

10. Mengambil sirih dan perlengkapan seperti :rokok, daun apok, serta perlengkapan sesajen yang lain masing-masing diambil 5 batang untuk setiap satu piring, lalu ditaruh diacak yang didirikan ditiang tengah dari rumah Betang/tiang ranyai agar orang-orang panggau (kayangan) bersama dengan para tamu dirumah Betang.

Turun Ngayau 1. Kepala adat membaca mantra untuk peralatan perang supaya diberkati oleh ketua-ketua adat yang telah mendahului.

2. Kepala adat memotong ayam dilakukan diatas`tangga dan diambil darahnya untuk mengolesi kaki dan dahi para ksatria yang akan berperang agar diberkati. Setelah itu mencabut bulu ayam dan dioleskan didahi para tamu agar tridak diganggu oleh roh-roh jahat.

3. Para ksatria perang mengambil peralatan perang (pedang dan perisai) sertau mandau yang diselipkan dipinggang.

4. Lalu para ksatria menuruni tangga rumah Betang dengan korban satu ekor babi dengan maksud agar orang panggau (kayangan) ikut bersama dan membantu dalam perang. 5. Para ksatria mengatur strategi supaya dapat memotong kepala musuh yang berada didaerah-daerah.

6. Terjadilah pertempuran atau mengayau, musuh akhirnya kalah dan dipotong kepalanya yang dilambangkan dengan kelapa tua atau tengkorak manusia.

7. Setelah berhasil memotong kepala musuh, para ksatria meluapkan kegembiraan dengan menari-nari lalu mengatur strategi untuk kembali ke rumah Betang.

8. Para ksatria meletakkan hasil perolehan selama perang didepan tangga menuju rumah Betang sambil bercengkerama mengisahkan pengalaman mereka selama perang.

9. 2 orang wanita dan pawangnya menuruni tangga rumah Betang untuk mengantar sesajen untuk memberkati hasil perang.

10. Tuai rumah mengibaskan ayam dan memilih orang-orang yang akan membuat sesajen yang akan dipersembahkan kepada orang panggau ( kayangan ) yang telah membantu perang. 3 piring ditempelkan kepada 3 ancak yang terbuat dari bambu lalu dipasang pada tangga menuju rumah Betang untuk persembahan. Menurut kepercayaan mereka, sesajen ini selama 3 hari tidak boleh diganggu karena dapat mendetangkan musibah.

Memasuki rumah Betang 1. Setelah terdengar bunyi-bunyian alat musik sebagai pertanda bahwa para kesatria perang diperbolehkan untuk menaiki rumah betang dengan terlebih dahulu dibacakan mantera, lalu para ksatria dikibas dengan ayam, mencabut bulu ayam, memotong babi lalu dioleskan di dahi barulah menaiki tangga rumah betang. Sampai pada tangga paling atas dicurahkan tuak, lalu tuai rumah memberikan minuman tuak untuk memberi semangat kepada para ksatria perang yang telah berhasil memotong kepala musuh.

2. Setelah di rumah betang, kepala kampung menyiapkan sesajen lalu mengibaskan ayam kepada para ksatria perang.

3. Ayam dipotong darahnya dioleskan ke kepala musuh (tengkorakmanusia) yang berhasil dipotong dan buah kelapa (sebagai simbol), mencabut bulu ayam lalu di oleskan di dahi para ksatria, sesajen diletakkan atau digantung diancak yang ditaruh pada tiang ranjai.

4. Para ksatria perang dengan membawa kepala musuh dan kelapa menari bersama dengan para wanita mengelilingi tiang ranyai sebagai ungkapan syukau kepada para panggau (orang kayangan) yang telah membantu perang, lalu mengelilingi rumah betang. 2.

Kepustakaan

1. http://ceritadayak.blogspot.com/

2. jodhi yudono pada http://ai-pengayu.blogspot.com/



Seni Tari Dayak

Seni Tari Dayak



1. Tari Gantar Tarian yang menggambarkan gerakan orang menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian didalamnya menggambarkan benih padi dan wadahnya.

Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara lainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.



Tari Perang



2. Tari Kancet Papatai / Tari Perang Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari.

Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.



Tari Kancet Ledo

3. Tari Kancet Ledo / Tari Gong Jika Tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak Kenyah, sebaliknya Tari Kancet Ledo menggambarkan kelemahlembutan seorang gadis bagai sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin.

Tari ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dan pada kedua tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang. Biasanya tari ini ditarikan diatas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.

4. Tari Kancet Lasan Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan pohon.

5.Tari Leleng Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian lagu Leleng.



Tari Hudoq

6. Tari Hudoq Tarian ini dilakukan dengan menggunakan topeng kayu yang menyerupai binatang buas serta menggunakan daun pisang atau daun kelapa sebagai penutup tubuh penari. Tarian ini erat hubungannya dengan upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang. Tari Hudoq dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.

7. Tari Hudoq Kita' Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita' dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita' menggunakan baju lengan panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita', yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.

8. Tari Serumpai Tarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian diiringi alat musik Serumpai (sejenis seruling bambu).



Tari Belian Bawo



9. Tari Belian Bawo Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit, membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering disajikan pada acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian suku Dayak Benuaq.

10. Tari Kuyang Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.

11. Tari Pecuk Kina Tarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.

12. Tari Datun Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik Selung, sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah.

13. Tari Ngerangkau Tari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga menimbulkan irama tertentu.

14. Tari Baraga' Bagantar Awalnya Baraga' Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan memohon bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq.

Mencermati Tradisi Lisan Dayak Kanayatn Di Kalimantan Barat

Mencermati Tradisi Lisan Dayak Kanayatn Di Kalimantan Barat

19 Mei 2010 13:51:28



Oleh: Yohanes Supriyadi



Tradisi lisan adalah cerita dan non cerita yang dituturkan secara langsung oleh nenek moyang suku Dayak secara turun temurun. Tradisi lisan ini sangat penting bagi kehidupan masyarakat Dayak, sebab dari tradisi lisan inilah dapat diketahui pemikiran, sikap, dan perilaku masyarakat Dayak. Selain itu dalam tradisi lisan ini mengandung filsafat, etika, moral, estetika, sejarah, seperangkat aturan adat, ajaran-ajaran agama asli Dayak, ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, serta hiburan rakyat. Bagi suku Dayak tradisi lisan menghubungkan generasi masa lampau, sekarang, dan masa yang akan datang.



Kelompok Cerita:



1. Singara



Singara adalah cerita rakyat biasa yang berhubungan dengan situasi kehidupan di masyarakat. Cerita itu berupa cerita jenaka, cerita pelipulara, cerita binatang, dan cerita kasih sayang. Cerita jenaka misalnya cerita tentang Pak Ali-ali yang sangat kocak membuat tawa bagi yang mendengarkannya. Berikut ini contoh cerita Pak Ali-ali sedang mencari ikan sungai dengan bubu.



“Di musim hujan ketika air sedang pasang, Pak ali-ali yang pemalas disuruh istrinya mencari ikan dengan menggunakan bubu. Awalnya Dia merasa enggan, tapi karena istrinya sering merengek-rengek akhirnya Pak Ali-ali mengikuti keinginan istrinya. Malam ia mulai memasang bubu. Pagi harinya ketika diangkat, tak satupun ikan yang ia peroleh. Ia pun membawa bubunya ke rumah dan melaporkannya kepada istrinya. Istrinya marah-marah dan berkata: “Dasar bodoooh kao Pak ali-ali, seko` saluang buta` pun kao na` namu. Dah…..kao gago` agi ikatn ka` sunge,” sambil menghukum Pak Ali-ali tidak diberi makan. Terpukul oleh kata-kata istrinya “sekok saluang buta` pun na` namu,” akhirnya ia pun pasang bubu lagi. Kali ini ia dapat ikan penuh satu bubu. Tapi begitu dicek satu persatu tidak satu seluang pun yang buta. Akhirnya semua ikan seluang dan ikan yang lain dilepaskannya lagi ke sungai. Ia pun pulang dan melaporkan bahwa ikan yang didapatnya sudah dibuang ke` sungai semua, karena tidak ada yang buta”.



2. Gesah



Gesah adalah cerita yang berhubungan dengan kepercayaan atau agama lama suku Dayak, sosok kepahlawanan, asal usul benda/kehidupan manusia. Contoh gesah misalnya tentang Ne` Baruakng Kulup dengan asal usul padi turun ke dunia. Gesah Ria Sinir yang terkenal dengan keberanian dan kesaktiannya. Gesah Pak Kasih yang berjuang merebut kemerdekaan.



3. Osolatn.



Osolath adalah kisah asal-usul keturunan suatu suku, atau keluarga. Contoh Osolatn dapat dilihat pada asal-usul kehidupan manusia di bumi menurut kepercayaan Dayak Kanayatn.



“Pada mulanya, pada perkawinan kosmis di Pusat Ai` Pauh Janggi kemudian tercipta Kulikng Langit dua Putar Tanah (Kubah langit dan Kubah bumi), yaitu Sino Nyandong dan Sino Nyoba memperanakan Si Nyati Anak Balo Bulatn Tapancar Anak Mataari (Nyati Putri Bulan dan Putra Matahari). Memperanakan Iro-iro man Angin-angin (Kacau Balau dan Badai), memperanakan Uang-uang man Gantong Tali (udara mengawang dan Embun menggantung), memperanakkan Tukang Nange man Malaekat (Pandai Besi dan Bidadari), memperanakkan Sumarakng Ai` man Sumarakng Sunge (segala air dan segala sungai), memperanakkan Tunggur Batukng man Mara Puhutn (Bambu dan Pepohonan) memperanakkan Antuyut man Marujut (Akar-akaran dan Umbi-umbian) memperanakkan Popo` man Rusuk (Kesejukan Lumpur dan Tulang Iga). Kesejukan Lumpur adalah perempuan dan tulang iga adalah laki-laki. Selanjutnya Popo` man Rusuk memperanakan Anteber dan Guleber. Anteber dan Guleber inilah yang dipercaya sebagai nenek moyang Dayak Kanayatn. Setelah menjadi manusia, selanjutnya, Anterber dan Guleber melahirkan anak-anaknya dan kemudian dalam waktu cukup lama melahirkan anak cucu, sehingga dengan demikian, semakin banyaklah anak manusia di bumi”.



4. Batimang



Batimang adalah kegiatan yang bersifat hiburan atau pelipur hati atau bujukan oleh para orang tua untuk anak-anak. Batimang dilakukan pada saat senggang atau saat mau tidur. Batimang dapat dilakukan pada ungkapan pepatah, pantun atau lagu. Berikut ini contoh pepatah:



1. Abeh gi ka` bahu, lajak udah bajalatn. Maksudnya, ia masih merencanakan sesuatu tapi rencananya sudah disebarluaskan. 2. Jantek siku siku tulakng takar. Maksudnya, perbuatan yang serba salah.



Batimang dalam bentuk lagu dapat dilihat dari syair batimang padi berikut ini:



Talinsikng papatn inge, tangilikng ka` surambi Nek Gasikng turutn pene, bakulilikng tangah sami` Ansuit dalapm langko, nyingkubakng tongkoktn tanga` Ne` Ulit-ulit nyaru` leko, Nek Baruakng maba pangka` Nyingkubakng tongkotn tanga`, bakoro nangah sare Nek Baruakng maba pangka`, baleko tangah pante Bakoro nangah sare, tarad pulo bantatn Baleko tangah pante, pangka` tangah laman Tarada pulo bantatn, barapi oncok limo Pangka` tangah laman, padi turutn ka talino Barapi oncok limo, angkala` pamumpunan Padi turutn ka talino, pangka` bakaturunan Angkala` pamumpunan, bajantok ka` talidi Pangka` ba katurunan, Nek Tingkakok batimang padi Bajantok ka talidi, satangkakng tama bubu Nek Tingkakok batimang padi, padi atakng lalu baribu Satangkakng tama` bubu, baui raba pango` Padi atakng lalu baribu, ia tama dalapm dango Baui raba pongo, satangkakng batakng munukng Padi tama` dalapm dango, lalu atakng da` Nek Untukng Satangkakng batakng munukng, kandis bunga lada Atakng da Nek Untukng, minta tulis ka Jubata Kandis bunga lada, mampak kayunya raya Minta` tulis ka jubata, ia baranak menjadi raya Karake` ada sakojek, bajuntukng pucuk sangkuakng Minta tele` ka Nek Sijaek, minta unsur ka Nek Baruakng



5. Pantutn



Pantutn atau pantun merupakan cerita yang berisi nasihat, peringatan, dan kasih sayang. Pantun terdiri dari empat baris bersajak ab - ab, dua baris sampiran dan dua baris isi. Sampirannya menarik karena kata-katanya berasal dari lingkungan kehidupan. Pantun banyak dipraktekkan dalam kesenian jonggan, berkomunikasi di mototn dan menoreh getah. Tokoh pantun yang terkenal media elektronik yang berasal dari Desa Rees adalah Pak Namben dijuluki si Raja Pantun. Berikut ini salah satu pantun hasil karyanya:



Tuhan dan Manusia Beli gulamerah susah bawa galah Ke sebuah lahan nabur palawija Lagi muda gagah, Sudah tua lemah Begitulah Tuhan mengatur manusia



Mahasiswa Tirakatan boleh jajan Bahan gula sediakan niranya Manusia diciptakan oleh Tuhan Jangan lupa muliakan namaNya



Rupanya teman ngajak bergegas Tunduk sembunyi rasa ditekan Kuasa Tuhan tidak terbatas Mahluk dan bumi Ia ciptakan



Agar menarik dan merdu didengar, pantun juga dapat dinyanyikan saat melakukan pesta adat atau upacara syukuran lainnya. Biasanya pantun dinyanyikan pada jenis kesenian jonggan yaitu musik tradisional Dayak Kanayatn menggunakan gong, dau, duma, dan suling. Lagu-lagu yang sering dinyanyikan adalah Kayu ara, Kambang bapanggel, dan ma`inang serta banyak lagi lagu yang lain. Lagu-lagu itu merupakan lagu legendaris Dayak Kanayatn yang sangat digemari oleh semua kalangan baik tua maupun muda. Saat ini lagu-lagu itu dimodifikasi kedalam musik moderen.



6. Sungkaatn



Cerita dalam bentuk perumpamaan/pepatah disebut dengan sungkaatn. Perumpamaan atau pepatah yang dikaitkan dengan lingkungan sekitar tentang peringatan, penjelasan atau nasehat. Biasanya kata-kata yang digunakan adalah bahasa formal adat. Berikut ini adalah contoh sungkaatn.



1. Saenek-enek udas, paling ina` tupe jejek ka` dalapmnya. Maksudnya, pada sebuah komunitas paling tidak satu orang menjadi pemimpinnya. 2. Suka mani` ka` Daya. Maksudnya, sesorang yang selalu mengaku dirinya lebih hebat dari yang lain. Kebalikan dari pepatah ini adalah Suka mani ka` ilir yang maknanya seseorang selalu merendahkan dirinya meskipun ia sesorang pemimpin.



7. Salong



Salong adalah cerita dalam bentuk sindiran atau ejekan terhadap suatu kebiasaan, atau perilaku yang kurang baik di masyarakat. Salong berusaha memperbaiki Sifat, perilaku, dan perbuatan yang tidak sesuai dengan adat atau kebiasaan yang berlaku umum. Contoh salong adalah sebagai berikut:



a. Sayang istri, dipukul;



Sayang ke anak di tinggalkan; maksudnya, bekerja keraslah mencari nafkah untuk anak istri.



b. Ujatna` abut koa; maksudnya salong untuk anak yang menangis.



c. Angus padakng dinunu; maksudnya, kebohongan yang disampaikan dipercaya pendengar.



d. Katungo ka` jauh katele`atn, Babotn ka` samaknya nana` ia tele`; maksudnya, kesalahan orang orang dibesar-besarkan, kesalahan sendiri ditutupi.



Kelompok Non Cerita



1. Sampore`



Sampore` dilakukan dalam kehidupan sesorang yang berhubungan dengan rehablitasi hubungan yang pernah cacat. Sampore` dilakukan dalam acara lenggang, liatn, dendo, bapipis, batampukng tawar, dan babuis (karena badi atau jukat).



2. Lala`



Lala` adalah pantangan bagi masyarakat Dayak Kanayatn dalam melakukan sesuatu baik itu pantang makan, melakukan sesuatu, dan mengucapkan kata - kata. Masa pantang bisa tiga hari, tujuh hari, 44 hari, dan seumur hidup diatur dalam tradisi masyarakat setempat. Tujuan lala` adalah agar setiap anggota masyarakat terhindar dari bahaya, kekuatan meningkat, atau terkabulnya niat dalam pekerjaan.



3. Tanung.



Tanung merupakan tradisi masyarakat dalam menentukan jenis kegiatan misalnya membangun rumah, menetapkan mototn, mancari jalan terbaik dalam situasi gawat/perang. Upacara batanung akan memberikam suatu keyakinan tentang jenis kegiatan yang dapat dilakukan kemudian. Jenis tanung adalah tang ai`, tanung tali, tanung karake`, tanung sarakng pinang, dan tanung dapa` layakng.



4. Baremah



Baremah adalah permohonan penutup atau ucapan syukur atas hasil pekerjaan, seperti pada baroah, babalak, muang rasi, bapipis, basingangi (niat). Kegiatan ini lebih bersifat pribadi atau bagian upacara keluarga.



5. Renyah



Renyah adalah bahasa dayak kanayatn dalam menyebutkan lagu atau nyanyian. Isi nyanyian berupa pantun yang sangat digemari oleh seluruh lapisan masyarakat dalam berkasih sayang, saling sindir, atau oleh orang tua menyampaikan pesan kepada anaknya. Renyah biasanya dilakukan pada saat ke mototn atau ke hutan.



6. Bacece`



Bacece` adalah berunding di antara para tokoh, sanak keluarga, dan kerabat sekampung mengenai budi, hutang, atau hal lainnya dari orang tua/kepala keluarga/tokoh adat/tokoh masyarakat yang sudah meninggal dunia. Perundingan yang dipimpin oleh pemuka adat biasanya menghasilkan kesepakatan mengenai kejelasan dan tindakan yang dapat diambil bilamana perlu. Tujuannya agar arwah orang yang meninggal dapat lebih baik dan aman di surga, dan keluarga yang ditinggalkan dapat lebih tenang dan rukun.



7. Pangka`



Upacara adat pangka adalah upacara adat untuk memperingati Ne` Baruakng Kulup merunkan padi ke dunia. Upacara ini biasanya dilakukan sebelum patahunan (masa ba mototn). Sebelum Upacara adat yang dipimpin oleh temenggung ini dilaksanakan , terlebih dahulu melakukan sembahyang bersama di panyugu setelah itu pangka` gasing dimulai.



8. Mura`atn



Muraa`atn adalah berdoa agar sesorang tidak ditimpa mala petaka. Tradisi ini sifatnya pribadi perorangan.



9. Liatn



Liatn adalah upacara adat Dayak Kanayatn dalam bentuk magis dan sakral. Ditampailkan dalam bentuk tarian, doa, dan prosa berirama. Tujuan liatn adalah untuk pengobatan, membayar niat, dan lain-lain. Liatn dipimpin langsung oleh seorang dukun ahli liatn dan dibantu oleh seorang panyampakng serta beberapa panyangahatn. Jenis liatn berdasarkan pemampilannya adalah liatn daniang, liatn nyande, liatn bantal, dan liatn kanayatn. Perbedaan jenis liatn itu didasarkan pada irama serta kata-kata yang digunakan. Tiap jenis mempunyai tokoh tersendiri, misalnya liatan danian adengan tokoh Ne` Sinede, dan Ne` Lampede. Sedangkan pembagian jenis lian menurut tujuannya adalah liatn batama bohol, liatn ngaladak buntikng, liatn badingin, dan liatn ngangkat paridup. Misalnya liatn batama bohol bertujuan untuk memberi anak, sedangkan liatn ngangkat paridup untuk memperbaiki patahunan yang gagal. Kegiatan upacara dalam liatn antara lain adalah nyangahatn dalam rumah, ngantar roba, ka` ayutn, baramauan ngamok jalu, ka` bawakng, bajampi, ka` Jubata masaka, nyangahatn ngago` sumangat, notor (memberi makan iblis jahat), ka` dango bonto, ngalainse, ngungke, ka` paramainan, dan baripakng. Waktu pelaksanaan antara lain sehari semalam, tiga hari tiga malam. Nilai seni tari dan lagu dalam liatn ini sangat menonjol yang diiringi alat-alat musik agukng, dau, dan tuma` (gendang)



10. Mulo



Mulo adalah adat mengucilkan seseorang yang melakukan kesalahan berat kepada masyarakat adat Dayak.



11. Gawe



Gawe adalah upacara ucapan syukur. Gawe juga dilakukan untuk memulai kehidupan baru. Contoh gawe adalah gawe padi, gawe balak, dan gawe panganten.



12. Totokng



Upacara adat besar penerimaan kepala manusia hasil bakayo tempo dulu. Karena dalam pelaksanaannya menyangkut kehidupan dan hubungannya dengan lingkungan sehingga upacara nyangahatn dilakukan di setiap tempat kegiatan orang Dayak, misalnya di Panyugu, Panamukng (bukit/hutan rimba), Pasiyangan (tempat keramat asal usul nenek moyang beserta sejarahnya), sunge, tanga` rumah, di atas pante, dan di dalam rumah. Semua tempat harus didatangi sebab kalau tidak kampung akan terkena bencana atau jukat. Totokng dipimpin oleh imam.



Saat ini upacara totokng jarang dilakukan, selain biayanya besar, upacaranya juga harus sesuai dari asal usul keluarga pengayau dan dari keturunan cerdik pandai adat. Selain itu ada kekawatiran terkena jukat.Sesuai denga tujuannya, totokng dibuat untuk penamaan pantak (topeng) guna menemukan asal usul suatu keturunan. Ada tiga tokoh Dayak yang dulu pembawa totokng yaitu: Bunsu, maniamas, dan Ure Nyabukng.



13. Nyangahatn



Bagian upacara dalam bentuk doa dalam adat dayak adalah nyangahatn. Upacara adat ini banyak digunakan dalam peristiwa adat seperti liatn, lala`remah, gawe, sampore`, dan mato`. Nyangahatn juga dilakukan saat bercerita sejarah kejadian asal usul. Tujuannya mengucap syukur mohon bimbingan dan perlindungan atau pemberitahuan kepada Jubata, Ne` Panampa, Ne` Daniang, terhadap kegiatan dalam bekerja. Nyangahatn dilengkapi dengan palantar (persembahan).



14. Dendo atau Lenggang



Bentuk upacara ini bukan berasl dari asli Kanayatn. Upacara ini dilakukan pada saat membayar niat. Kegiatan ini mirip dengan liatn tetapi dengan variasi dari luar yaitu melayu dan cina.



________________



Yohanes Supriyadi adalah aktivis NGO dan tinggal di Pontianak.



Sumber artikel: http://yohanessupriyadi.blogspot.com/, diakses pada tanggal 22 Oktober 2009.

Sumber foto: http://ceritarakyatnusantara/.



Sumber : http://ceritarakyatnusantara.com/id/article.php?ac=46&l=mencermati-tradisi-lisan-dayak-kanayatn-di-kalimantan-barat

Isi perjanjian Tumbang Anoi

Kalau salah saya mohon maaf ayukng2...

Pertemuan Kuala , 14 Juni 1893 membahas: 1. Memilih siapa yang berani dan sanggup menjadi ketua dan sekaligus sebagai tuan rumah untuk menghentikan 3 H (Hakayau=Saling mengayau, Hopunu’=saling membunuh, dan Hatetek=Saling memotong kepala musuhnya). 2. Merencanakan di mana tempat perdamaian itu. 3. Kapan pelaksanaan perdamaian itu. 4. Berapa lama sidang damai itu bisa dilaksanakan. 5. Residen Banjar menawarkan siapa yang bersedia menjadi tuan rumah dan menanggung beaya pertemuan. Damang Batu’ menyanggupi. Karena semua yang hadir juga tahu bahwa Damang Batu’ memiliki wawasan yang luas tentang adat-istiadat yang ada di Kalimantan pada waktu itu, maka akhirnya semua yang hadir setuju dan ini disyahkan oleh Residen Banjar.



Lalu disepakati bahwa:



1. Pertemuan damai akan dilaksanakan di Lewu’ (kampung) Tumbang Anoi, yaitu di Betang tempat tinggalnya Damang Batu’. 2. Diberikan waktu 6 bulan bagi Damang Batu’ untuk mempersiapkan acara. 3. Pertemuan itu akan berlangsung selama tiga bulan lamanya. 4. Undangan disampaikan melalui tokoh/kepala suku masing-masing daerah secara lisan sejak bubarnya rapat di Tumbang Kapuas. 5. Utusan yang akan menghadiri pertemuan damai itu haruslah tokoh atau kepala suku yang betul-betul menguasai adat-istiadat di daerahnya masing-masing. 6. Pertemuan Damai itu akan di mulai tepat pada tanggal 1 Januari 1894 dan akan berakhir pada tanggal 30 Maret 1894.



Pertemuan Damai dari 1 Januari 1894 hingga 30 Maret 1894, di Rumah Betang Damang Batu’ di Tumbang Anoi. Dalam pertemuan Damai itu, dengan keputusan:



1. Menghentikan permusuhan antar sub-suku Dayak yang lazim di sebut 3H (Hakayou =saling mengayau, Hapunu’ = saling membunuh, dan Hatetek = saling memotong kepala) di Kalimantan (Borneo pada waktu itu). 2. Menghentikan sistem Jipen’ (hamba atau budak belian) dan membebaskan para Jipen dari segala keterikatannya dari Tempu (majikannya) sebagai layaknya kehidupan anggota masyarakat lainnya yang bebas. 3. Menggantikan wujud Jipen yang dari manusia dengan barang yang bisa di nilai seperti baanga’ (tempayan mahal atau tajau), halamaung, lalang, tanah / kebun atau lainnya. 4. Menyeragamkan dan memberlakukan Hukum Adat yang bersifat umum, seperti : bagi yang membunuh orang lain maka ia harus membayar Sahiring (sanksi adat) sesuai ketentuan yang berlaku. pada yang digunakan lawan*nya manu*sia. 5. Memutuskan agar setiap orang yang membunuh suku lain, ia harus membayar Sahiring sesuai dengan putusan sidang adat yang diketuai oleh Damang Batu’. Semuanya itu harus di bayar langsung pada waktu itu juga, oleh pihak yang bersalah. 7. Menata dan memberlakukan adat istiadat secara khusus di masing-masing daerah, sesuai dengan kebiasaan dan tatanan kehidupan yang di anggap baik.



Ngayau kerap diidentikan dengan pembunuhan yang sadis, kejam dan tidak berperikemanusiaan. Namun dibalik anggapan itu ada semangat heroik dari Suku Dayak. Apakah sebenarnya ngayau tersebut?



Bagi orang Dayak, ngayau adalah adat. Ritual yang dilakukan secara khusus. Tidak bisa sebarang orang mengayau. Ada aturan mengikat yang harus diikuti. Pengayauan sesungguhnya adalah hukuman teramat berat bagi pemenang.



Mengayau artinya mencari musuh, mencari kepala musuh. Menurut bahasa Dayak Iban, kayau artinya musuh. Menurut DR. Fridolin Ukur da*lam buku “Tantang Jawab Suku Dayak”, mengayau artinya men*cari, memotong kepala manusia.



Menurut Alfred Russel Wallage dalam “The Malay Archipelago, 1896, head hunting is “a custom originating in the petty wars of village with village and tribe with tribe”.



Edi Petebang dalam bukunya ‘Dayak Sakti’ menyebutkan, mengayau identik dengan Dayak. Namun tidak semua subsuku Dayak mengayau. Orang Dayak Jelai di sepanjang aliran sungai Jelai dan Jelai kiri; orang Dayak Pesaguan di sepanjang sungai Pesaguan, ketiganya di Kabupaten Ketapang, tidak mempunyai tradisi mengayau



“Mengayau tak sekedar perbuatan sadis, kejam dan kanibal. Lebih dari itu, ngayau menunjukkan sikap heroik seorang Dayak. Sikap patriotisme dalam menghadapi orang yang cukup membahayakan,” kata Edi Petebang, peneliti Institute Dayakologi di Pontianak, kemarin.



Dalam tradisi orang Dayak Lamandau dan Delang di Kalimantan Tengah, mengayau dari kata “kayau” atau “kayo’; yang artinya mencari. Mengayau arti*nya men*cari kepala; ngayau adalah orang yang menca*ri kepala. “Ada ngayau”, artinya ada orang yang mencari kepala (memenggal).



Mengayau adalah ritual yang sarat dengan tradisi lisan. Pemahamannya hanya bisa dimengerti dalam ruang kepercayaan, tradisi lisan itu sendiri. Adat pengayauan itu sendiri sesuatu yang misteri, kaya makna kekuatan supra-natural.



“Sangat langka tulisan tentang mengayau. Bahkan belum ada satu buku khusus yang membahas tentang pengayauan,” ungkap alumnus FISIP Universitas Tanjungpura ini.



Perjanjian Tumbang Anoi (Kalteng) pada 1894 yang menghentikan adat pengayauan turut membantu tidak banyaknya sumber tertulis tersebut. Pertemuan itu diprakarsai oleh pemerintah Belanda.



Pertemuan pertama dan terbesar dalam sejarah orang Dayak tersebut diikuti hampir seluruh kepala suku, panglima perang, tetua adat dari semua subsuku Dayak di Kalimantan. Mereka berikrar untuk tidak saling mengayau lagi.



Menurut Edi, perjanjian Tumbang Anoi tidak otomatis menghilangkan pengayauan. “Sejumlah tetua, kepala suku, panglima Dayak mengaku hingga 1930-an masih ditemukan tradisi mengayau masih dilakukan oleh beberapa subsuku Dayak,” ungkapnya.



Ia memperkira*kan sekitar 1930-an tersebut orang Dayak Punan dan Dayak Iban (Kapuas Hulu, Indonesia dan Sarawak, Malaysia); Dayak Laman*dau (Kalteng); serta beberapa subsuku Dayak lain*nya, masih mengayau.



Adat mengayau sudah dilakukan masyarakat Dayak sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini bisa di lihat pada cerita Nek Baruang Kulub dari masyarakat Bukit atau hikayat Lawe’ dalam masyarakat Kayaan.



Sedangkan pada masyarakat Uud Danum, kebiasaan mengayau itu sudah ada pada jaman KoLimoi (jaman yang kedua), yaitu ketika masyarakat Uud Danum masih berada di “langit”. Tetapi cerita yang lebih lugas tentang kebiasaan mengayau ini terdapat dalam legenda Tahtum (jaman ketiga) dalam sejarah hidup masyarakat Uud Danum.



Ada yang memandang negatif mengayau. Namun tidak demikian sebenarnya jika mengetahui secara mendalam tentang pengayauan. Menghi***lang*kan nyawa orang apapun alasannya tidak bisa dibenar*kan tentu saja. Orang yang tidak memahami adat pengayauan memandang adat itu negatif.



Pandangan ini berkembang keluar komunitas Dayak, terutama ke negara-negara Barat akibat publikasi para penulis, peneliti tentang Dayak yang tidak memahami adat pengayauan secara utuh.



Pandangan negatif bahwa orang Dayak itu buas, kanibal, ternyata tidak benar. Dan itu dibantah para peneliti Barat lainnya. Menurut para peneliti seperti H.P.A. Bakker dalam bukunya “Het Rijk Sanggau” (Kerajaan Sanggau, 1884); M.C. Shadde (1910) Niewenhuis (1894) dan J.J.K. Enthoven (1903). Hanya orang Dayak Jangkang (Sang*gau) berbeda dari suku-suku lain di Sanggau.



“Mereka pengayau yang sangat fanatik dan juga kani*bal. Bagi mereka kepala tidak cukup. Mereka juga membawa seluruh badan (kalau bisa), ambil segala daging, dimasukkan ke dalam bambu atau dimakan langsung. Terutama pipi, jantung dan otak adalah makan*an yang disukai, walaupun hanya yang berpe*rang boleh makan itu. Oleh karena itu suku ini ditakuti dan dihindari oleh suku lain. Tahun-tahun terakhir hal-hal semacam ini tidak terjadi lagi,” tulis Bakker.



Orang Dayak bukanlah kanibal, bukan pembunuh berdarah dingin. Pengayauan dilakukan sportif, mempunyai aturan tertentu, tidak boleh sebarang membunuh orang. “Buktinya, setelah para peneliti Barat itu bertemu langsung dengan orang Da*yak, ternyata menurut mereka orang Dayak itu jujur, suka menerima dan menghargai tamu, lemah lembut, dan sebagainya,” jelas Edi. Mengayau tidak boleh di sembarang tempat. Harus ada pemberitahuan dan tempatnya ditentukan. Apabila orang mengayau di sembarang tempat, maka dia dianggap bukan pengayau yang baik. Adapun yang berangkat mengayau ini adalah lelaki semua, tua dan muda. Maka tidak mengherankan para peneliti berpen*dapat, bahwa sekitar tahun 1900-an populasi orang anak-anak dan perempuan lebih banyak. Mengapa? Karena banyak kaum lelaki tua dan muda mati mengayau ataupun dikayau.

Macam-macam Suku Dayak

* Suku Dayak Abal
* Suku Dayak Bakumpai
* Suku Dayak Bentian
* Suku Dayak Benuaq
* Suku Dayak Bidayuh
* Suku Dayak Bukit
* Suku Dayak Banyadu
* Suku Dayak Darat:Dayak Mali
* Suku Dayak Dusun
* Suku Dayak Dusun Deyah
* Suku Dayak Dusun Malang
* Suku Dayak Dusun Witu
* Suku Dayak Kadazan
* Suku Dayak Kebahan
* Suku Dayak Kanayatn
* Suku Dayak Keninjal
* Suku Dayak Kenyah
* Suku Dayak Lawangan
* Suku Dayak Maanyan
* Suku Dayak Mali
* Suku Dayak Mayau
* Suku Dayak Meratus
* Suku Dayak Mualang
* Suku Dayak Ngaju
* Suku Dayak Ot Danum
* Suku Dayak Samihim
* Suku Dayak Sampit
* Suku Dayak Seberuang
* Suku Dayak Siang Murung
* Suku Dayak Tunjung
* Suku Dayak Wehea
* Suku Dayak Simpangk
* Suku Dayak Kualant
* Suku Dayak Ketungau
* Suku Dayak Sebaruk
* Suku Dayak Undau
* Suku Dayak Desa
* Suku Dayak Iban
* Suku Dayak Pesaguan
* Suku Dayak Lebang
* Suku Dayak Lundayeh
* Suku Dayak Kenyah
* Suku Dayak Berusu
* Suku Dayak Punan
* Suku Dayak Membulu
* Suku Dayak Kantuk
* Suku Dayak Orung Daan
* Suku Dayak Suhaid
* Suku Dayak Suruk
* Suku Dayak Taman
* Suku Dayak Samanakng
* Suku Dayak Kualatn
* Suku Dayak Sekujam
* Suku Dayak Kerabat

Tokoh-tokoh Dayak

* Tjilik Riwut, pahlawan nasional Indonesia
* Oevaang Oeraay, Pahlawan Nasional dan Gubernur Kal-bar Pertama
* Pang Suma, Pahlawan Nasional
* John Bria, Politis Malaysia
* Jeprey Kitingan, Politisi Malaysia
* Agustin Teras Narang, SH, politisi (Gubernur Kalimantan Tengah sekarang)
* Drs. Cornelis M.H., Politisi (Gubernur Kalimantan Barat sekarang)
* Stepanus Djuweng Aktivis LSM, Peneliti
* AR. Mecer, pelopor Credit Union di Kalimantan Barat
* Palaun Suka, politisi
* GP Djaoeng, Politisi
* Christian Mara, seniman/musisi
* Korrie Layun Rampan, Sastrawan
* R. Masri Sareb Putra, penulis
* Edi V Petebang, penulis
* Z.A Maulani, Mantan kepala BIN
* Piet Pagau, Aktor senior Indonesia
* Jeremy Nyangun, Aktor
* Nistains Odop, Penulis

AD/ART = Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga KDJ

ANGGARAN DASAR KOMUNITAS PEMUDA DAYAK KALBAR DI JAKARTA

P E M B U K A A N

Dengan rahmat Tuhan Yang maha Esa, kami menyadari sepenuhnya tugas dan tanggung jawab kami sebagai Pemuda Suku Dayak yang berada ditengah-tengah rakyat.

Oleh karena itu, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, kami bertekad untuk tetap mewujudkan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu terciptanya suatu tatanan masyarakat yang didalam segala halnya menyelamatkan Putra-Putri suku dayak dari pembodohan.

Sebagai warga suku dayak Indonesia yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berjiwa solidaritas, kami bertekad untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang didalamnya terselenggara masyarakat Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan, maka dengan ini kami menyusun suatu organisasi KOMUNITAS PEMUDA DAYAK KALBAR DI JAKARTA.

Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu organisasi sebagai alat pendidikan kader bangsa dan alat perjuangan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur sesuai dengan tujuan revolusi berdasarkan cita-cita proklamasi, maka dibentuklah susunan organisasi yang berkedaulatan dan berkeadilan agar didalamnya terselenggara suatu tatanan organisasi yang progresif revolusioner serta berkemampuan dalam menjalankan tugas-tugas kemasyarakatannya.

Untuk itu disusunlah ANGGARAN DASAR KOMUNITAS PEMUDA DAYAK KALBAR DI JAKARTA, sebagai berikut :



BAB I

NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN



Pasal 1

Komunitas ini bernama KOMUNITAS PEMUDA DAYAK KALBAR DI JAKARTA disingkat KPDKBJ Organisasi ini didirikan pada tanggal 10 September 2010 untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya. Pelaksana organisasi tertinggi berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.



BAB II

A Z A S



Pasal 2

KPDKBJ berazaskan, yaitu Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi dan Ketuhanan Yang Maha Esa.



BAB III TUJUAN DAN SIFAT



Pasal 3

KPDKBJ adalah Organisasi Kader dan Organisasi Perjuangan yang bertujuan untuk mendidik kader Suku Dayak dalam mewujudkan masyarakat Sosialis Indonesia berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945 dan UUD 1945. KPDKBJ adalah Komunitas yang bersifat Independen, bebas aktif serta berwatak kerakyatan.





BAB IV M O T T O

Pasal 4

KPDKBJ mempunyai motto : .Berjuang Dengan Damai

Pepatah Dayak : “TEMPUN PETAK MANANAK SARE”



BAB V

U S A H A



Pasal 5

Melaksanakan tujuan organisasi dengan semangat gotong royong melalui usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan azas perjuangan Suku Dayak. Dalam menyelenggarakan usaha-usaha organisasi senantiasa memperhatikan kesatuan, persatuan dan keutuhan komunitas.

BAB VI KEANGGOTAAN

Pasal 6

Anggota KPDKBJ adalah mahasiswa dan warga Dayak Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menerima dan menyetujui Azas, Tujuan, Sifat, Motto dan Usaha komunitas serta memenuhi dan menerima syarat-syarat yang telah ditetapkan. Syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.





Pasal 7

HAK DAN KEWAJIBAN KEANGGOTAAN Hak-hak anggota : Hak bicara dan Hak suara Hak memilih dan Hak dipilih Hak membela diri. Hak mendapat perlindungan dari komunitas. Kewajiban anggota: Mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Peraturan serta Disiplin Komunitas. Menjunjung tinggi nama dan kehormatan Komunitas Pemuda Dayak Kalbar di Jakarta. Aktif melaksanakan program dan kegiatan Komunitas Pemuda Dayak Kalbar di Jakarta.



BAB VII SUSUNAN KOMUNITAS, PENGURUS DAN WEWENANG



Pasal 8

SUSUNAN KOMUNITAS PEMUDA DAYAK KALBAR DI JAKARTA Pasal 9 Pimpinan tertinggi yang bersifat Kolektif-Kolegial dengan keanggotaan yang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga. Memimpin seluruh kegiatan Komunitas dan mewakili Komunitas keluar serta kedalam. Berkewajiban menjalankan segala ketetapan RAKER dan mempertanggungjawabkan seluruh kebijakannya kepada RAKER berikutnya. Tugas dan wewenang Sekretariat ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga. Pelaksana administratif kebijakan Sekretariat adalah Sekretariat Jenderal yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal. Tugas dan wewenang Sekretariat Jenderal ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga. Tata cara pengambilan keputusan dalam Sekretariat ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 9

Mengkoordinasikan seluruh kegiatan Komunitas Pemuda Dayak Kalbar di Jakarta.



Pasal 10

DEWAN PIMPINAN Pimpinan tertinggi memimpin kegiatan Komunitas diwilayah Jakarta Barat. Berkewajiban menjalankan setiap ketetapan Konferensi Sekretariat dan mempertanggungjawabkan seluruh kebijakannya dalam Konferensi Sekretariat berikutnya. Tata cara pengambilan keputusan dalam Dewan Pimpinan ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga. Tugas dan wewenang Dewan Pimpinan ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga. Pasal 12

PENGURUS SEKRETARIAT

Pengurus Sekretariat Berkewajiban menjalankan segala ketetapan-ketetapan Rapat dan mempertanggungjawabkan segala kebijakannya dalam Rapat SEKRETARIAT berikutnya. Tata cara pengambilan keputusan dalam Sekretariat ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.



BAB VIII

PERMUSYAWARATAN



DEWAN PIMPINAN Badan musyawarah tertinggi yang melaksanakan kedaulatan dan memutuskan kedaulatan serta memutuskan kebijakan komunitas.

Memilih dan menetapkan Ketua, Sekretaris Jenderal dan Anggota Komunitas. Berwenang memutuskan dan membatalkan keanggotaan sekalipun tanpa dihadiri oleh yang bersangkutan (in-absentia). Mengukuhkan dan menetapkan keputusan pemecatan anggota yang dilakukan oleh Dewan Pimpinan Sekreatariat. Membatalkan keputusan pemecatan anggota yang dilakukan oleh Dewan Pimpinan Sekretariat dan melakukan rehabilitasi keanggotaan.



Pasal 11

RAPAT SEKRETARIAT Badan musyawarah tertinggi ditingkat Komunitas. Diselenggarakan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Merumuskan dan menetapkan tata cara rekruitmen calon anggota. Merumuskan dan menetapkan program Komunitas. Menilai laporan pertanggungjawaban pengurus KABAG AKPER DAN KABAG AKBID.



BAB IX ATRIBUT



Pasal 12

KPDKBJ mempunyai bendera Komunitas yang berbentuk Bulat Elip dengan warna Merah di kedua sisinya dan warna merah di tengah yang memuat gambar Burung Enggak dan Perisai warna hitam serta tulisan Komunitas Pemuda Dayak Kalbar di Jakarta bawahnya. KPDKBJ mempunyai lambang : Lagu dayak, dan Panji serta atribut Komunitas lainnya yang ditetapkan Dewan Pimpinan. Pembuatan dan pemakaian atribut Komunitas diatur dalam peraturan intern Dewan Pimpinan yang diberlakukan secara nasional.



BAB X PERUBAHAN ANGGARAN DASAR



Pasal 13

Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilakukan melalui Kongres dengan mendapat persetujuan dari sekurang-kurangnya 2/3 dari peserta yang hadir.



BAB XI KETENTUAN PERALIHAN



Pasal 14

Segala sesuatu yang dalam Anggaran Dasar menimbulkan perbedaan penafsiran dikoordinasikan melalui hierarki Komunitas dan dimusyawarahkan dalam Rapat Kerja dipertanggungjawabkan dalam Dewan Pimpinan. Segala sesuatu yang belum diatur dalam Anggaran Dasar, akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga, Peraturan dan Kebijakan Komunitas lainnya.



BAB XII KETENTUAN PENUTUP



Pasal 15

Anggaran Dasar ini disertai Anggaran Rumah Tangga dan lampiran penjelasannya yang merupakan bagian tak terpisahkan. Anggaran Dasar ini disempurnakan dalam Rapat Kerja dan berlaku sejak Tanggal 15 september 2010.



KOMUNITAS PEMUDA DAYAK KALBAR DI JAKARTA

BAB I KEANGGOTAAN



Pasal 16

Keanggotaan kpdkbj tidak membeda-bedakan latar belakang, etnis suku dayak manapun di kalbar, agama, golongan dan status sosial calon anggota. Calon anggota adalah mereka yang masih dalam masa perkenalan selama 1(satu) bulan terhitung sejak tanggal pendaftaran atau sejak dimulainya masa perkenalan dimaksud. Anggota adalah calon anggota yang sudah mengikuti Penerimaan Anggota Baru (PAB) yang selanjutnya dilakukan seleksi dan pengesahan oleh Dewan Pimpinan. Dewan Pimpinan berwenang melakukan seleksi dan pengesahan terhadap calon anggota yang dihimpun oleh temen-temen untuk menjadi anggota melalui Penerimaan Anggota Baru (PAB).



Pasal 17

SYARAT-SYARAT KEANGGOTAAN Mengajukan permohonan tertulis kepada Pengurus Komunitas atau Dewan Pimpinan dan menyatakan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila 1 Juni 1945, Undang-Undang Dasar 1945, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta peraturan-peraturan Komunitas lainnya. Umur maksimum calon anggota sesuai dengan yang diatur oleh undang-undang sejak tanggal mendaftarkan diri. Pasal 3 3 (tiga) tahun setelah menyelesaikan masa studinya, anggota masih diakui sebagai anggota biasa dengan batas usia 30 tahun, kecuali melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dengan batas usia maksimum 35 tahun.



Pasal 18

HAK-HAK ANGGOTA Hak suara dan Hak bicara dalam rapat-rapat dan permusyawaratan Komunitas selama tidak ada ketentuan lain untuk itu. Memilih dan dipilih dalam segala jabatan komunitas selama tidak ada ketentuan lain untuk itu. Bertanya, mengeluarkan pendapat dan mengajukan usul kepada pimpinan secara langsung, baik lisan maupun tertulis berkaitan dengan kebijakan komunitas. Melakukan pembelaan diri didalam Rapat terhadap pemecatan sementara. Mendapat perlindungan Komunitas sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan kebijakan Komunitas.



Pasal 19

KEWAJIBAN ANGGOTA Mentaati Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Peraturan dan Keputusan serta ketentuan lainnya dalam KOMUNITAS. Menjunjung tinggi kehormatan dan nama baik Komunitas. Aktif melaksanakan tujuan, usaha dan program-program komunitas tanpa terkecuali. Membayar uang iuran anggota yang besarnya ditetapkan melalui kebijaksanaan Dewan Pimpinan. Merekrut dan mengumpulkan calon anggota baru selama 1 (satu) tahun, minimal 3 (tiga) orang.



Pasal 20

KEHILANGAN KEANGGOTAAN

* Dipecat dan yang bersangkutan tidak mampu melakukan pembelaan diri dalam Rapat.
* Meninggal dunia.



TUGAS DAN WEWENANG Melaksanakan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketetapan-ketetapan Rapat lainnya. Dalam melaksanakan ayat (1), Sekretariat menetapkan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan Dewan Pimpinan. Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap AD/ART yang kemudian dimusyawarahkan dalam dan dipertanggung jawabkan di Dewan Pimpinan



Pasal 21

SEKRETARIAT JENDERAL Dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal yang dipilih dalam Dewan Pimpinan. Apabila Sekretaris Jenderal berhalangan, fungsi Sekretaris Jenderal dapat dilaksanakan oleh salah satu Pengurus yang ditetapkan dalam Rapat. Sekretaris Jenderal bertugas menggerakan fungsi administrasi komunitas secara nasional. Dalam melaksanakan tugasnya Sekretaris Jenderal dapat membentuk Sekretaris-sekretaris, yang diangkat dan diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas biro-biro/seksi-seksi yang berada dibawahnya. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretaris Jenderal bertanggung jawab kepada Rapat.



BAB IV



PENTAHAPAN KADERISASI



Pasal 22

Pentahapan Kaderisasi pada dasarnya adalah proses kaderisasi untuk menunjang kesinambungan, kualitas kepemimpinan dan pengabdian Komunitas. Setiap anggota adalah kader berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan oleh sekretariat.



B A B V DISIPLIN ORGANISASI



Pasal 23

Dilarang melakukan kegiatan yang mencemarkan kehormatan dan nama baik komunitas dan SUKU DAYAK. Dilarang melakukan tindakan yang dapat menimbulkan pertentangan dan perpecahan dalam tubuh komunitas serta tindakan lainya yang menyimpang dari kebijakan komunitas. Dilarang menyebar luaskan paham, isu serta fitnah yang dapat menimbulkan permusuhan diantara anggota dan masyarakat pada umumnya. Larangan sebagaimana dalam ayat (1), (2) dan (3) tersebut diatas berlaku bagi seluruh anggota tanpa membeda-bedakan jenjang jabatan dalam komunitas.



PENILAIAN PELANGGARAN DISIPLIN



pasal 24

Penilaian pelanggaran disiplin anggota dilakukan langsung oleh Pengurus bersangkutan dan secara tidak langsung oleh Dewan Pimpinan. Penilaian pelanggaran disiplin oleh Pengurus dilakukan oleh Dewan Pimpinan dengan memperhatikan pandangan anggota. Penilaian pelanggaran disiplin oleh Dewan Pimpinan dilakukan oleh sekretariat dengan memperhatikan pandangan pengurus dan atau anggota. Penilaian pelanggaran disiplin oleh anggota dilakukan oleh Rapat kerja, dibahas dan disahkan dalam Rapat adat.





PELAKSANAAN TINDAKAN DISIPLIN



pasal 25

Pelaksanaan tindakan disiplin dilakukan sesuai dengan hirarki komunitas. Jenis tindakan disiplin dan mekanisme pelaksanaanya diatur dalam Peraturan dan Keputusan komunitas. Dewan Pimpinan dapat melakukan pemecatan sementara terhadap Anggota yang melakukan pelanggaran disiplin. Anggota yang mengalami pemecatan sementara dapat melakukan pembelaan diri dalam rapat. Pemecatan diputuskan dalam rapat setelah yang bersangkutan tidak dapat membela diri dalam rapat.





BAB VI

PENYELESAIAN SENGKETA



Pasal 26

Yang dimaksud dengan sengketa dalam hal ini adalah perselisihan diantara anggota yang membahayakan keutuhan komunitas. Pedoman penyelesaian sengketa adalah kemurnian azas, keluhuran budi, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan adat istiadat, persatuan dan kesatuan serta keutuhan komunitas.





PELAKSANAAN PENYELESAIAN SENGKETA



pasal 27

Penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan hirarki organisasi. Apabila dipandang perlu, dapat dibentuk tim khusus yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersengketa. Apabila sengketa tidak dapat diselesaikan dan sengketa tersebut dinilai membahayakan keutuhan komunitas, maka pengurus komunitas pada hirarki diatasnya berhak mengambil kebijaksanaan yang dianggap perlu.



B A B VII

KEKAYAAN KOMUNITAS



Pasal 28

Yang dimaksud dengan kekayaan Komunitas adalah seluruh harta benda yang dimiliki oleh komunitas Pemuda Dayak Kalbar di Jakarta.



B A B VIII

KEUANGAN



Pasal 29

Keuangan komunitas diperoleh dari uang pangkal, iuran anggota, sumbangan yang tidak mengikat dan usaha- usaha lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.



B A B IX HIRARKI PERATURAN anggota :

Pasal 30

Yang dimaksud dengan Hirarki peraturan komunitas Pemuda Dayak Kalbar di Jakarta adalah peraturan yang harus dipatuhi setiap anggota dan, pengurus dan Dewan Pimpinan sekaligus.



Peraturan yang harus di patuhi sebagai berikut :

1. Tidak Boleh minum minuman Keras (alkohol)
2. Tidak boleh Menentang setiap dari Suku Lain.
3. Tidak boleh berkelahi sesama anggota
4. Tidak boleh berbicara kotor
5. Setiap yang dilakukan harus sesuai dengan Kaidah-kaidah/Norma-norma yang berlaku.
6. masih ada lagi tapi belum dimasukan, dalam tahap proses...................





KETENTUAN PERALIHAN



Pasal 31

Segala sesuatu yang dalam Anggaran Rumah Tangga menimbulkan perbedaan penafsiran, dimusyawarahkan dalam Rapat Koordinasi. Segala sesuatu yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini, akan diatur dalam Peraturan dan Kebijakan Komunitasi lainnya. Seluruh tingkatan Komunitas yang pada saat ditetapkannya Anggaran Rumah Tangga ini.







B A B XI

KETENTUAN PENUTUP



Pasal 32

Anggaran Rumah Tangga ini merupakan bagian tak terpisahkan dari Anggaran Dasar. Anggaran Rumah Tangga ini, disempurnakan kembali dalam Rapat nanti , sekaligus Dewan Pimpinan sebagai Persatuan KPDKBJ di JAKARTA .